Berambisi Sesatkan Karyawan Jadi Pengusaha
Jauh sebelum komunitas ini aktif dan di-launching pada 12 desember 2011 lalu, awalnya komunitas Tangan di Atas (TDA) Bali hanyalah sekumpulan kecil bagi mereka yang punya kebiasaan kongko-kongko dan hobby kopi darat (Kopdar). Latar belakang mereka juga bermacam-macam, mulai kalangan wirausaha, karyawan, mantan karyawan yang ingin berwirausaha dan bahkan juga mahasiswa. “Berawal dari kumpul-kumpul dan memiliki kebiasaan dan hoby untuk tukar ilmu baru, beberapa kawan yang merupakan pendiri dari komunitas ini kemudian membentuk wadah bernama TDA,” terang ketua TDA Bali, Yayak Cahyanto, saat di temui di warungnya, warung sambal Bali Bu Susan di kawasan Jl. Teuku Umar, Denpasar beberapa waktu lalu.
Ditemani beberapa anggota dan pendiri TDA Bali, menurut pria 37 tahun ini menambahkan, sebagai wadah atau komunitas, TDA adalah tempat bagi mereka yang memiliki satu visi untuk sama-sama berbagi, bertukar, dan salsha alias saling sharing informasi. “Berbagai pengalaman dan problem jatuh bangun yang pernah di alami anggota, TDA adalah wadah bagi kami yang ber visi menjadi tangan di atas atau menjadi pengusaha kaya yang gemar memberi kepada sesamanya. Atau istilah kerennya adalah abundance atau enlightened millionaire “ seloroh Yayak yang mantan salah satu karyawan hotel.
Meski tak sesederhana visinya namun kata Yayak, nama dari komunitas sosial nonprofit, TDA merupakan perwujudan dari keyakinan mereka bahwa menjadi “ tangan di atas” lebih mulia dari pada tangan di bawah (TDB). “Kami mengartikannya juga TDA sebagai pengusaha dan TDB sebagai karyawan. Di samping itu kami juga meyakini bahwa dengan menumbuhkan semangat berwirausaha, merupakan salah satu solusi konkret terhadap permasalahan ekonomi bangsa,“ tambahnya. Cara mewujudkannya? Menurutnya, dengan di mulai dari diri sendiri dan di tambah semangat untuk saling berbagi, saling mendukung dan bekerja sama dalam komunitas TDA, ia optimistis jika keyakinannya menjadi tangan di atas bisa diwujudkan dalam berbagai kegiatan yang di gelar oleh TDA.
“Sekali lagi TDA adalah komunitas sosial nonprofit, tetapi kami punya tujuan pragmatis yaitu agar para member-nya menjadi 100% TDA alias pengusaha kaya. Kami berambisi menyesatkan karyawan menjadi pengusaha,” selorohnya. Demikian halnya dengan alasan membentuk komunitas, kata pria yang juga vokalis band “botol bening” ini berkeyakinan, dengan bersama-sama segalanya akan lebih ringan. Keyakinan itu, menurutnya mampu di buktikan dengan kebersamaan untuk melakukan sesuatu hal yang tidak mungkin di lakukan secara sendiri-sendiri. Lebih lanjut, kata Yayak yang di dampingi Humas TDA, Hendra W Saputro mengatakan, ada ciri khas lain dari komunitas ini. Di sebutkan, ciri khas yang membedakan TDA dengan komunitas lain adalah “Action Oriented” atau yang biasa di plesetkan oleh para anggota komunitas TDA menjadi “Take Double Action”. “Kami di TDA menghindari banyak melakukan diskusi dan perdebatan yang tidak produktif,” akunya.
Member atau anggota TDA Bali, kata Yayak, pengelompokkan sama TDA pusat di Jakarta, yakni menjadi 3 kategori. Pertama, yakni member yang sudah full berbisnis dan dalam upaya meningkatkan bisnis nya ke jenjang lebih tinggi; kedua, adalah member yang masih bekerja sebagai karyawan dan sedang berupaya untuk pindah kuadran menjadi TDA; dan ketiga adalah Ampibi alias member yang masih dalam tahap peralihan dari TDB ke TDA dengan melakukan bisnis secara sambilan.
Yayak menyebutkan, saat ini sudah ada ribuan anggota TDA secara Nasional. Jaringan nasional juga sudah ada di beberapa Negara luar seperti Hongkong, Turki, Singapura, dan Eropa. Sedangkan untuk anggota TDA Bali, dari total 60 anggota yang tercatat ada sekitar 40 anggota aktif yang mengikuti kegiatan dan program yang di buat oleh TDA seperti Kopdar (Kopi Darat) sebulan 2 kali setiap minggu ke 2 dan ke 4, Salsha (Saling Sharing Via Online seperti Whatsapp (WA) yang sudah terbagi sesuai kelas divisi dan kategori maupun bidang masing-masing seperti keuangan, web, promosi, marketing, dll. (*/yor)
Saling Bantu Sesama Member TDA
Ingin cepat kaya atau tetap begitu-begitu saja? Jawabnya ya pasti pingin kaya. Atau ingin jadi karyawan sampai pensiun baru memulai usaha atau pilih keluar dan “Banting Setir” untuk antre jadi wirausahawan ? Jawabnya bingung. Ah , tapi kalau saya keluar, saya mau usaha apa? Jawabnya buntu mau ngapain nih. Sepertinya saya bertahan dulu bekerja, karena tidak mungkin kalau saya keluar dari tempat saya bekerja saat ini, selain buntu ide, mau merintis usaha apa, juga buntu soal modal. Mending saya tunggu pensiun, jawabnya sudah terlambat.
Sederet pertanyaan dan jawaban di atas adalah secuplik dari pengalaman curahan hati (Curhat) yang pernah dialami oleh para anggota TDA Bali. “Rata-rata mereka galau. Termasuk juga pertanyaan dan jawaban itu pernah saya alami,” aku Yayak Eka Cahyanto, ketua TDA Bali.
Bagi Yayak pengalaman bekerja pernah ia alami. Termasuk jatuh bangun saat merintis usahanya sendiri. “Buka kos-kosan semi apartemen, bubar. Buat bisnis rentcar, habis juga. Padahal waktu itu saya juga sudah bergabung dengan TDA, hanya memang saya tidak aktif share untuk persoalan usaha saya dengan teman-teman lain,” aku pria yang memiliki latar belakang keahlian di bidang branding konsultan dan design ini.
Tapi dia ngotot jadi pengusaha dan meninggalkan pekerjaannya padahal di gaji Rp. 25 juta/bulan. Intinya kalau kerja sama orang dengan gaji besarpun kita dalam posisi di atur, tetapi sekecil apapun pendapatan kita, jika itu usaha yang mengatur adalah kita sendiri,” tambahnya. Pasca jatuh itulah, Yayak bersyukur menemukan teman-teman di komunitas TDA Bali. “dulu yang awalnya saya tidak tahu memasarkan produk, mengelola keuangan dengan benar semua di ajari disini. Termasuk bagaimana mempromosikan produk dan bagaimana mengantisipasi agar tidak jatuh,” terangnya.
Di komunitas ini, semua bisa di-support. Bukan hanya informasi dan lain hal seperti membuat branding, cara pemasaran dan lainnya. Namun dengan bekal jaringan dan kemampuan di bidangnya, para komunitas yang berdiri dari beragam latar belakang bisnis ini juga siap memberikan bantuan kepada anggota yang jatuh terpuruk gara-gara usaha. “Kalau perlu modalpun mereka siap memberikan solusi, termasuk soal kecil masalah menarik dan tidaknya kemasan produk hingga gaya hidup yang tidak tekun dan boros juga sering kali jadi bahan sharing di komunitas ini,” tambahnya.
Kini imbuh Yayak, dengan jaringan dan program untuk di miliki TDA seperti TDA kampus, pesta wirausaha, dan lainnya, TDA Bali berharap dalam 10 tahun mendatang, selain bercita-cita untuk membuat hotel TDA. “jaringan kami banyak, dan banyak orang-orang TDA yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia maupun luar negeri,” pungkasnya.(Pra/yor)
TENTANG TDA BALI
• Terbentuk Tanggal 12 Desember 2011
• Sekretariat : jalan Imam Bonjol No.259 Denpasar
• Ketua : Yayak Eko Cahyanto
• Humas : Hendra W. Saputro
• Slogan : “Bersama Menebar Positif”
VISI :
Membentuk pengusaha-pengusaha tangguh dan sukses yang memiliki kontribusi positif bagi peradaban.
MISI :
1. Menumbuhkembangkan semangat kewirausahaan.
2. Membentuk 10.000 pengusaha miliader yang tangguh dan sukses sampai tahun 2018.
3. Menciptakan sinergi di antara sesama anggota dan di antara anggota dengan pihak lain, berlandaskan prinsip high trust community.
4. Menumbuhkan jiwa sosial dan berbagi diantar anggota
5. Menciptakan pusat sumber daya bisnis berbasis teknologi.
Lima Nilai TDA
1. Silahturohim (saling mendukung, sinergi, komunikasi, kerjasama, berbaik sangka, teamwork, sukses bersama).
2. Integrasi (kejujuran, transparansi, Amanah, win-win, komitmen, tanggung jawab, adil)
3. Berfikiran terbuka ( Continuous, Learning, Continuous Improvetment, Kreatif, Inovatif)
4. Berorintasi tindakan (semangat solutif, konsisten, persisten)
5. Berfikir dan bertindak positif , Give and Take, Mindset Keberlimpahan). Fun (Menjaga keseimbangan dalam hidup)
Tulisan dari Jawa Pos – Radar Bali Minggu 18 Oktober 2015
tdaonmedia/oktober2015