Topeng

Coach FR

Sebagai Pemimpin kita dituntut untuk selalu tampil sesuai harapan tim. Orang berharap bahwa Pemimpin tampil menjadi sosok “kuat”, yang selalu bisa menganalisis persoalan dengan tajam, dan membuat keputusan dengan cepat dan tegas. Namun hal ini dilematis. Pemimpin yang dianggap sangat kuat, kadang secara tidak sadar telah membangun tim yang lemah.

Saya mengenal seorang eksekutif hebat yang di usia muda sudah berhasil mewujudkan pencapaian luar biasa baik bagi diri maupun bagi perusahaan tempat dia bekerja. Orangnya cerdas dan berani. Dengan kecerdasan dan keberaniannya, ia tumbuh menjadi sosok “Superman”.

Tim yang ia bangun tumbuh menjadi pasukan ABS (Asal Bapak Senang) yang jarang berani menyampaikan argumentasi yang berbeda dengan atasannya. Bukan apa-apa, sang Pemimpin tadi memang demikian cerdas dalam menganalisis dan mematahkan setiap argumentasi yang disampaikan. Dalam jangka panjang, tim yang dipimpin akhirnya menyerah. Sudahlah, apa yang dikatakan bos selalu benar.

Padahal tentu tidak selalu demikian. Analisis yang dilakukan sang Bos terkadang juga tidak tepat. Dan pada kenyataanya, timnya lah yang lebih paham situasi di lapangan. Lambat laun semakin terasa, betapa tim yang dipimpin eksekutif muda tadi menjadi tidak efektif karena sangat bergantung pada pendapat dan penilaian sang Pemimpin. Dan dalam beberapa tahun, hampir-hampir menjadi budaya.

Sang Pemimpin muda ini pun memutuskan saatnya untuk berubah. Namun, dari mana?

Pelatihan, pendelagasian wewenang yang baru, deskripsi kerja baru, hanya membawa perubahan yang nyaris tak terdengar. Dalam beberapa minggu semuanya kembali ke posisi semula. Sang Pemimpin selalu benar, dan segala persoalan biarkan dia yang memikirkan.

Hingga akhirnya Eksekutif tadi memutuskan untuk memulai hal kecil dari dirinya sendiri. Di depan seluruh anggota tim, dia secara jujur dan terbuka mengungkapkan keinginannya untuk berubah. Dia sampaikan apa keterbatasannya, di mana kelemahannya, serta apa saja yang menjadi ketidaktahuan dan ketakutannya. Pemimpin tadi tampil apa adanya di depan timnya. Tampil tanpa topeng.

Timnya pun seperti mendapat pencerahan. Bahwa pemimpin mereka juga manusia biasa seperti mereka. Yang bisa khawatir, takut, bahkan menangis. Namun apapun yang terjadi, dia selalu berusaha memutuskan dan melakukan yang terbaik yang bisa dilakukan saat itu. Ini yang mereka juga harus lakukan.

Setelah sang Pemimpin membuka topengnya, para pengikutnya pun membuka topeng yang selama ini juga mereka kenakan. Ternyata ada anggota tim yang sesungguhnya pintar namun menutup diri dan bersikap tidak peduli. Ternyata ada yang sebenarnya ingin menyampaikan pendapat berbeda, namun memilih selalu mengatakan ya. Ternyata ada yang tahu fakta penting, namun disimpan karena tidak ingin dicap vokal. Merekapun memutuskan untuk juga berubah.

Dan ketika semua tampil tanpa Topeng. Dialog pun terjadi. Tim tersebut kemudian tumbuh menjadi lebih baik.

 

Fauzi Rachmanto
Presiden TDA
@fauzirachmanto

 

Share

Add Your Comments

Your email address will not be published. Required fields are marked *