Eksekutif puncak sebuah perusahaan besar, tentu waktunya akan digunakan semaksimal mungkin terutama untuk mengelola perusahaan, kehidupan keluarga dan pribadinya. Sudah menjadi pemandangan umum, kerja para eksekutif itu nyaris tanpa batasan jam, mondar-mandir ke sana kemari, lobi ke sana sini, bagai tanpa batasan geografis. Wajar jika para direksi perusahaan besar kemudian seperti jauh dari media sosial, meski mereka pengguna ponsel cerdas.
Pemandangan berbeda bisa kita lihat pada para eksekutif puncak perusahaan baru, start-up, atau para UKM, yang didominasi oleh anak-anak muda, yang sangat akrab dengan ponsel pintar, gadget, dan sehari-harinya tersambung ke Internet. Biasanya, di ponsel pintar mereka ada aplikasi social medianya, terutama Facebook dan Twitter.
Sesibuk apapun para eksekutif puncak perusahaan muda dan UKM yang masih muda-muda ini, mereka masih bisa meramaikan akun Facebooknya dan aktif di Twitter. Gaya hidup mereka sangat berbeda dengan perusahaan-perusahaan mapan, terutama yang raksasa, sudah tercatat di bursa saham, termasuk BUMN. Meski akrab dengan ponsel pintar, hanya segelintir eksekutif puncak perusahaan besar yang aktif memanfaatkan media social dan bermanfaat untuk diri mereka sendiri, tetapi sekaligus juga untuk perusahaanya.
Salah satu yang saya kagumi adalah Josep Bataona, yang malang melintang sebagai direktur Human Resource di berbagai perusahaan besar, termasuk Unilever dan Bank Danamon. Sepekan sekali , head of HR di Indofood itu bisa menyisihkan waktu menulis blog tentang dunia human capital, dengan gayanya yang khas di JosefBataona.com. Selain itu, ia juga aktif di Twitter.
Beberapa eksekutif puncak lain yang saya ketahui aktif di social media, terutama di Twitter adalah Suzy Hutomo (CEO The BodyShop Indonesia), Handry Satriago (CEO GE Indonesia), Mardi Wu (CEO Nutrifood), Anindya Bakrie (Dirut Bakrie Telecom), Ardie Bakrie (CEO tvONE), Sandiaga Uno (pendiri dan Dirut Saratoga Capital), Budi G Sadinin (Direktur Utama Bank Mandiri), dan Paulus Bambang WS, Deputy Director Astra International.
Jika para eksekutif puncak yang supersibuk mengurusi perusahaan raksasanya itu, masih bisa menyisihkan waktu untuk bermediasosial, mestinya eksekutif puncak lain juga mampu melakukan hal yang sama.
Saya perhatikan, aktivitas mereka di media social tidak menggangu bisnisnya, malah sebaliknya, berdampak positif baik ke perusahaan maupun pribadi mereka.
Bagaimana para eksekutif itu aktif di Twitter?
Twitter adalah media sosial paling sederhana untuk bersosialiasi dengan public dan pelanggan. Hanya dengan 140 karakter dan fasilitas follow/unfollow/block/mute, Twitter bisa dengan mudah dimanfaatkan secara optimal oleh eksekutif sesibuk apapun. Ibaratnya, semudah mengirim dan menjawab sms.
Inilah yang secara efektif dilakukan eksekutif sibuk di Twitter:
1. Berbagi aktivitas yang bersifat publik.
Seorang eksekutif puncak tentu memiliki banyak acara seremonial, misalnya pembukaan cabang baru, peluncuran produk baru, kunjungan kerja, serta undangan bicara di berbagai kesempatan. Aktivitas yang bersifat publik ini, jika ditwit dengan gaya yang santai, seperti yang dilakukan beberapa eksekutif di atas, akan memberi citra yang bagus kepada perusahaan dan pribadi yang bersangkutan.
Tidak sulit ngetwit aktivitas ini. Bisa dilakukan saat di perjalanan menuju lokasi. Tak mengganggu kerjaan.
2. Menjadi duta perusahaan
Jika eksekutif puncaknya aktif di Twitter, perusahaannya biasanya juga punya akun, baik akun korporat maupun akun brand, yang juga aktif. Sang eksekutif bisa menjadi duta perusahaan, dengan cara yang paling sederhana: me-reTweet beberapa informasi penting dari akun-akun yang dimiliki perusahaan.
Namun tak jarang, eksekutif puncak pun melayani keluhan pelanggan yang langsung ditujukan ke dirinya, hanya gara-gara ia eksis di media sosial. Pelanggan yang tak sabar dengan layanan perusahaan, dan kurang direspon oleh akun perusahaan, ada saja yang langsung mengeluh ke eksekutif puncak yang eksis di media sosial.
Layanan pelanggan inilah yang membutuhkan pikiran, tenaga dan waktu. Beberapa eksekutif yang bijak, menanggapi keluhan di media sosial karena faham betul fungsi media sosial, tapi kemudian diserahkan ke layanan pelanggan agar tuntas masalahnya dan tidak berlarut-larut.
3. Membangun topik khusus yang sesuai dengan visi perusahaan dan kompetensi pribadi.
Dengan mengikuti Twitter para eksekutif beberapa saat saja, kita sudah bisa menyimpulkan apa fokus twit mereka. Handry Satriago misalnya, sering berbagi kuliah twitter alias kultwit tentang manajemen dan kepemimpinan, berdasarkan pengalamannya memimpin GE Indonesia.
Suzy Hutomo memenuhi linimasa Twitternya dengan isu-isu lingkungan, cinta hijau, yang sesuai dengan semangat The Body Shop.
Sandiaga Uno menfokuskan diri pada kewirausahaan dan keberpihakannya pada usaha kecil menengah. Twitnya banyak menjawab hal-hal yang terkait pada dua isu. Bahkan, dengan sukarela ia me-retwit para UKM yang minta dipromosikan.
Josef Bataona lain lagi. Sebagai profesional di bidang HC (human capital), ia malah membuka banyak ruang diskusi di Twitter segala hal terkait HC. Setiap ada pertanyaan mengenai HC, ia jawab tuntas. Bahkan, lebih dari itu, ia ingin membuka mata publik seluas-luasnya mengenai dunia HC, sebagai salah satu pilar perusahaan yang sangat penting. Di sela-sela kesibukannya, ia berinteraksi dengan followernya untuk topic-topik tertentu pada hari Kamis dengan berbagai tagar yang disepakati, termasuk #curhatkaryawan.
Bagaimana para eksekutif itu aktif menulis di blog?
Dua eksekutif puncak yang saat ini masih aktif menulis di blog adalah Josef Bataona di JosefBataona.com dan Paulus Bambang SW di PaulusBambangSW.com. Setidaknya, sepekan sekali mereka memperbarui tulisannya di blog.
Menulis blog jelas lebih memakan pikiran dan waktu dibanding ngetwit 140 karaker. Nah, bagaimana kedua eksekutif puncak itu bisa mengelola waktunya secara efektif dalam ngeblog?
“Sederhana”. Ya, sederhana dalam tanda petik. Yakni: setiap ada gagasan menulis, ditulis di notes. Catatan-catatan kecil itu lalu dikumpulkan jadi blog. Bahkan Paulus Bambang bisa meng-update blog via ponselnya, tidak harus dari laptop.
Tips lainnya: pa ksa untuk mengupdate blog sepekan sekali. Tetapkan setiap hari apa blognya akan diupdate. Pembaca akan menunggu. Merasa ditunggu pembaca inilah yang menjadi motivasi menulis.
Bagaimana jika tak mampu menulis sendiri? Pakailah jasa gosh writer, tapi ide murni berasal dari sang eksekutif puncak.
Selamat bermedia sosial wahai para eksekutif sibuk.
tulisan Nukman Luthfie ini dimuat di INFOKOMPUTER Mei 2013